Workshop Sharing & Learning: Strategi Penguatan Dokumen Administrasi dan Teknis Kegiatan Inpres Nomor 2 Tahun 2025 (Wilayah Jawa dan Bali)

By bidang_epw 27 Okt 2025, 15:33:16 WIB Bidang PPMPSDAIK

Berita Terkait

Berita Populer

Workshop Sharing & Learning: Strategi Penguatan Dokumen Administrasi dan Teknis Kegiatan Inpres Nomor 2 Tahun 2025 (Wilayah Jawa dan Bali)

Dalam rangka mendukung pembangunan nasional melalui penguatan ketahanan pangan dan penyediaan pasokan air berkelanjutan, Pemerintah Pusat telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2025 mengenai Percepatan Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi serta Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Inpres ini merupakan kebijakan strategis dalam pelaksanaan RPJMN 2025–2029 yang memprioritaskan penyediaan infrastruktur air untuk mendukung swasembada pangan sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional. Instruksi Presiden tersebut dikeluarkan karena hingga saat ini terdapat 22 provinsi yang masih belum mampu memenuhi kebutuhan beras di wilayahnya sendiri, sementara kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan jumlah penduduk dan kebutuhan keberlanjutan program Makan Bergizi Gratis. Oleh karena itu, irigasi diposisikan sebagai instrumen utama untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP), memperluas luas panen, menambah produksi beras, serta menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pelaksanaan Inpres ini juga merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mempercepat pemanfaatan bendungan yang telah selesai dibangun serta memastikan konektivitas jaringan irigasi primer–sekunder–tersier secara terpadu, sejalan dengan pendekatan Food, Energy, Water (FEW) Nexus.

Inpres 2/2025 secara eksplisit menginstruksikan bahwa Gubernur dan Bupati/Wali Kota wajib:

  • menyediakan dukungan program dan anggaran dalam penyiapan dokumen kesiapan pelaksanaan,
  • menyusun dokumen teknis perencanaan sesuai kewenangan urusan pemerintahan bidang Sumber Daya Air dan Irigasi,
  • memastikan tersedianya lahan siap bangun, area kerja konstruksi, serta fasilitas akses pendukung,
  • melaksanakan penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberdayaan petani pengguna air, serta
  • melaksanakan operasi dan pemeliharaan (O&P) pasca serah terima hibah aset irigasi dari Kementerian PUPR.

Kewajiban ini merupakan implementasi dari pengaturan UU No. 23 Tahun 2014 bahwa pembangunan irigasi adalah bagian integral pembangunan daerah yang harus diselaraskan dengan target nasional. Saat ini pelaksanaan Inpres meliputi 3 tahapan besar:

  • Tahap I – Optimalisasi Lahan (OPLAH) seluas 536.556,19 Ha di 13 provinsi, dengan alokasi Rp1,01 triliun;
  • Tahap II yaitu pembangunan, peningkatan, dan rehabilitasi seluas 165.451 Ha dengan alokasi Rp5,6 triliun, melibatkan 35 provinsi;
  • Tahap III dengan total luas layanan 146.503,97 Ha dan nilai anggaran Rp3 triliun di 33 provinsi.

Untuk dapat memperoleh intervensi pembangunan dari pemerintah pusat, Pemerintah Daerah wajib memenuhi kelengkapan Readiness Criteria (R/C) yang meliputi persyaratan administratif dan teknis. Secara garis besar, dokumen yang wajib disiapkan adalah:

1️Persyaratan Administratif : Surat Usulan Kepala Daerah; Surat Kesediaan sebagai komitmen dukungan pendanaan jangka panjang; SPTJM; Dokumen penguatan dukungan lintas OPD (Bappeda–PU–Pertanian–Keuangan/BPKAD–DPRD)

2️Persyaratan Teknis : Dokumen teknis lengkap: SID, DED, skema jaringan, RAB dan backup volume; Data Informasi Geospasial Tematik (IGT); Dokumentasi kondisi eksisting lokasi irigasi; Dokumen lingkungan: UKL-UPL/SPPL dan Dokumen status lahan: peta bidang + bukti hibah/ganti rugi.

Dokumen tersebut menjadi dasar verifikasi kelayakan teknis pusat untuk memastikan efektivitas peningkatan layanan air bagi lahan pangan dan keberlanjutan O&P. Untuk menjamin kelangsungan pendanaan, R/C dan seluruh kegiatan irigasi harus diintegrasikan dalam RPJMD 2025–2029 dan RKPD 2026 dengan dukungan legalitas APBD yang kuat dan berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut, tindaklanjut yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah Daerah yaitu :

  1. Menetapkan prioritas daerah irigasi kewenangan daerah yang akan diusulkan dalam Inpres 2/2025;
  2. Menginstruksikan percepatan penyiapan dokumen administratif dan teknis sebagai pemenuhan R/C;
  3. Mengarahkan koordinasi lintas OPD yang terstruktur dan berkelanjutan;
  4. Menyusun komitmen anggaran O&P dalam siklus APBD berjalan dan tahun berikutnya.

Langkah strategis ini akan memperkuat kontribusi Pemerintah Daerah dalam mendukung swasembada pangan, peningkatan kesejahteraan petani, dan penurunan kemiskinan di wilayahnya Dalam mendukung pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2025 terkait percepatan pembangunan, peningkatan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menetapkan strategi penguatan dokumen administrasi dan teknis pengusulan kegiatan melalui mekanisme SIPURI. Strategi ini diperlukan untuk menjamin kesesuaian antara perencanaan dan kondisi riil di lapangan, serta memastikan keterpenuhan Readiness Criteria (RC) sesuai pedoman teknis Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

Kegiatan Workshop Sharing and Learning yang dilaksanakan pada 27 Oktober 2025, dukungan Kementerian PUPR dalam pelaksanaan Inpres No. 2 Tahun 2025 Tahun Anggaran 2025 mencakup total 589.616 Ha layanan irigasi dengan total pagu anggaran Rp 10,15 Triliun yang tersebar pada tiga tahap pelaksanaan. Adapun rincian kinerja per tahap adalah sebagai berikut:
• Tahap I: layanan 280.880 Ha, anggaran Rp 1,01 T, terdiri dari pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi termasuk dukungan terhadap kegiatan OPLAH Kementan.

• Tahap II: layanan 225.775 Ha, anggaran Rp 6,1 T, mencakup rehabilitasi, peningkatan, dan pembangunan irigasi primer–tersier serta jaringan air tanah pada berbagai provinsi.
• Tahap III: layanan 146.503,97 Ha, anggaran Rp 3,09 T mencakup dukungan keberlanjutan irigasi kewenangan daerah dan pusat.

Pelaksanaan program masih menghadapi berbagai kendala, antara lain: Ketidaksesuaian desain teknis (DED) dengan kerusakan jaringan riil yang membutuhkan proses review design tambahan; Permasalahan sosial dan status lahan, termasuk tuntutan ganti rugi dan keberadaan aset masyarakat; Hambatan akses mobilisasi terutama pada daerah terpencil dan kepulauan; dan Kondisi alam, misalnya musim tanam dan banjir/longsor yang memperlambat pelaksanaan. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan langkah strategis yaitu: Koordinasi intensif lintas pemangku kepentingan (Kementan, Pemerintah Daerah, B/BWS); Percepatan pemenuhan dokumen administrasi seperti: URK, SPTJM, komitmen anggaran O&P, dokumen RTRW, dan dokumen hibah/pembebasan lahan; Finalisasi dokumen teknis dan kesiapan lapangan, termasuk CPCL, izin lingkungan, desain teknis, dan kepastian sumber air; Konsolidasi dan sinkronisasi pemutakhiran data usulan dalam SIPURI guna mendukung verifikasi berjenjang dan penganggaran yang tepat guna. (/fse)