Zoom Meeting Kick Off Meeting Mid-Term Review (MTR) Mission National Urban Flood Resilience Project (NUFReP) IBRD No. 9459-ID

By bidang_epw 26 Agu 2025, 11:33:50 WIB Bidang PPMPSDAIK

Berita Terkait

Berita Populer

Zoom Meeting Kick Off Meeting Mid-Term Review (MTR) Mission National Urban Flood Resilience Project (NUFReP) IBRD No. 9459-ID

Sehubungan dengan pelaksanaan Program National Urban Flood Resilience Project (NuFReP) IBRD No. 9459-ID, Direktorat SDA Bappenas menyelenggarakan Zoom Meeting Kick Off Meeting Mid-Term Review (MTR) Mission, pada hari Senin tanggal 25 Agustus 2025. Acara diikuti oleh Kementerian PPN/Bappenas, Kemenkeu, Kementerian PU, Kemendagri, World Bank dan Pemerintah Daerah penerima Pogram NuFReP. Proyek NUFReP yang telah disetujui pada Desember 2022 dan efektif berjalan sejak April 2023, merupakan program yang dirancang untuk meningkatkan ketahanan kota terhadap risiko banjir perkotaan melalui penguatan infrastruktur, tata kelola, serta sistem peringatan dini yang terintegrasi. Tujuan utama proyek ini adalah mengurangi risiko banjir perkotaan melalui penguatan kapasitas dan investasi di tingkat pusat maupun daerah, dengan tiga komponen utama yaitu: a) Flood Risk Analytics and Planning; b) City Flood Resilience Improvement; dan c) Program Management and Project Implementation Support. Proyek NUFReP dilaksanakan pada 7 kota eksisting (Medan, Semarang, Bima, Manado, Gorontalo, Banjarmasin, dan IKN) serta diusulkan untuk 11 kota baru (Surabaya, Sidoarjo, Malang, Palembang, Palangkaraya, Pontianak, Yogyakarta, Kulon Progo, Purworejo, Surakarta, dan Gresik). Hingga Agustus 2025, proyek telah memasuki fase pertengahan implementasi, sehingga pelaksanaan Mid-term Review Mission menjadi instrumen penting dalam menilai capaian kinerja, mengidentifikasi permasalahan, serta merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk memastikan tercapainya Project Development Objectives (PDO) sesuai jadwal penutupan proyek pada Januari 2028.
Tujuan dari pelaksanaan Mid-term Review Mission ini, yaitu :
a) Melakukan peninjauan menyeluruh atas perkembangan pelaksanaan proyek, baik dari sisi manajemen, teknis, keuangan, maupun kepatuhan terhadap aspek safeguard lingkungan dan sosial.
b) Membahas rencana implementasi rinci seluruh kegiatan hingga akhir proyek, dengan memperhatikan subproyek yang telah berjalan maupun yang direncanakan.
c) Meninjau kembali dan memperbarui indikator kinerja utama serta indikator hasil pembangunan proyek.
d) Menilai kesesuaian desain proyek dengan target PDO serta mengidentifikasi kebutuhan restrukturisasi proyek jika diperlukan.
e) Mengkaji risiko implementasi serta merumuskan langkah mitigasi yang dapat mempercepat pencapaian target.
Dari sisi progres keuangan, hingga 31 Juli 2025 telah terealisasi penarikan ke Special Account sebesar USD 37,146,000 dengan realisasi disbursement mencapai USD 23,780,092 atau sekitar 5,95% dari total alokasi pinjaman. Kondisi ini menunjukkan realisasi masih rendah dan berstatus at risk. Demikian pula, progres per komponen dan per-unit pelaksana sebagian besar masih berada pada kategori behind schedule atau at risk, sehingga perlu percepatan pada paruh kedua periode implementasi. Pada aspek procurement, tercatat terdapat 93 paket dalam rencana pengadaan tahun 2025 dengan nilai total USD 203,2 juta. Hingga saat ini, 14 paket telah selesai, 21 paket dalam tahap kontrak berjalan, 49 paket dalam tahap persiapan lelang, dan 9 paket belum dimulai. Nilai kontrak yang telah terealisasi sebesar USD 126,3 juta. Terkait manajemen risiko lingkungan dan sosial (Environment &Social), sejumlah dokumen teknis seperti UKL-UPL, LARAP, DDR, serta SEP dan GBV Action Plan sedang dalam proses revisi dan finalisasi oleh PIU. Beberapa program pemulihan penghidupan (Livelihood Restoration Program – LRP) telah diimplementasikan, meskipun masih terdapat isu akuisisi lahan pada beberapa subproyek di Banjarmasin, Manado, dan Medan yang memerlukan percepatan penyelesaian.
Dalam hal monitoring dan evaluasi, CPMU bersama CPIU dan NPIU telah menyampaikan laporan rutin (IFR dan Semi Annual Project Progress Report) kepada Bank Dunia, meskipun terdapat keterlambatan pada beberapa laporan triwulanan CPIU. Pengembangan Management Information System (MIS) untuk mendukung monitoring juga masih perlu perbaikan agar dapat berfungsi optimal. Selain itu, MTR juga membahas potensi penyesuaian desain proyek, termasuk perubahan pada result framework, penyesuaian kerangka waktu implementasi, serta usulan penambahan kota baru penerima manfaat. Untuk tahun 2025, terdapat 10 paket kegiatan di kota baru dengan estimasi nilai Rp1,425 triliun (terdiri dari pekerjaan sipil dan jasa konsultansi), dengan target lelang dimulai September 2025. Dari hasil evaluasi pertengahan, ditemukan beberapa isu utama, antara lain:
a) Tingkat penyerapan anggaran yang masih rendah, yakni baru mencapai 9% dari total alokasi hingga Agustus 2025.
b) Keterlambatan penyerapan anggaran pada tahap awal proyek sehingga berpotensi menggeser sisa dana ke tahun berikutnya.
c) Permasalahan pembebasan lahan di sejumlah lokasi, yang berdampak pada tertundanya proses tender dan konstruksi.
d) Optimalisasi desain teknis yang perlu mengakomodasi Nature-based Solution (NbS) serta meminimalkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan.
e) Keterjaminan komitmen pemerintah daerah, khususnya dalam penyediaan lahan, operasi, dan pemeliharaan infrastruktur.
f) Kebutuhan percepatan penyusunan dokumen teknis (DED, AMDAL, dan dokumen lingkungan-sosial lainnya) untuk mendukung percepatan implementasi.

Berdasarkan hasil MTR, terdapat beberapa langkah yang perlu segera ditindaklanjuti, yaitu:
a) Restrukturisasi dan prioritisasi alokasi anggaran pada PIU sesuai kondisi lapangan, termasuk kemungkinan realokasi ke kota-kota baru yang disetujui.
b) Percepatan penyelesaian pembebasan lahan, dengan dukungan strategi pendanaan serta penguatan koordinasi dengan Kantah dan pemerintah daerah.
c) Optimalisasi desain proyek dengan memperhatikan integrasi hulu-hilir, keterkaitan dengan sistem drainase kota, serta penerapan Nature-based Solution (NbS).
d) Penyusunan dan finalisasi pedoman Nature-based Solution (NbS)  sebagai acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
e) Penguatan komitmen pemerintah daerah melalui penerbitan surat dukungan/komitmen, khususnya dari kepala daerah terkait kesiapan lahan dan O&M.
f) Pengembangan Knowledge Management Platform (KMC) lintas instansi dengan dukungan MoU, agar pembelajaran dan praktik terbaik dapat terdokumentasi dan direplikasi.
g) Pelaksanaan program pemulihan mata pencaharian (Life Restoration Program - LRP) dengan pengumpulan data dan rencana aksi yang lebih terukur.
h) Pemantauan implementasi Flood Early Warning System (FEWS) dan hidromet, untuk memastikan keterpaduan system peringatan dini banjir.
Melalui MTR ini, diharapkan dapat dicapai beberapa kesepakatan penting, antara lain:
a) Penetapan langkah restrukturisasi proyek beserta garis waktu yang disepakati bersama.
b) Penerbitan persetujuan No Objection terhadap OWP yang telah diperbarui.
c) Penyusunan rencana aksi percepatan pengadaan untuk memastikan seluruh subproyek Y-2 dan Y-3 dapat dimulai pada tahun 2025.
d) Penguatan kapasitas dan dukungan teknis bagi PIU di kota baru.
e) Penetapan tindak lanjut implementasi pedoman NbS.
f) Kepastian jadwal implementasi FRMP dan FEWS pada enam kota yang menjadi target.
g) Kesepakatan mengenai timeline pelaksanaan Program Nasional, Knowledge Platform, serta finalisasi alokasi anggaran tahun 2026.(fse/)